spectral decomposition

Data seismik, yang secara alami tidak stasioner, mempunyai berbagai kandungan frekuensi dalam domain waktu. Dekomposisi waktu-frekuensi (yang juga disebut sebagai spectral decomposition) dari data seismik merupakan atribut seismik yang bertujuan untuk mencirikan tanggap frekuensi yang tergantung waktu dari batuan dan reservoar bawah permukaan.

Spectral decomposition yang biasanya dilakukan menggunakan transformasi Fourier untuk menghitung spektrum amplitudo masing-masing jejak dari jendela waktu yang pendek yang meliputi semua zona interest. Spektrum amplitudo tersebut dikontrol oleh satuan geologi, sehingga satuan-satuan dengan sifat dan/atau ketebalan batuan yang berbeda akan menunjukkan tanggap amplitudo yang berbeda. Jika dekomposisi sinyal dihitung untuk seluruh jejak pada volume seismik 3D dan direpresentasikan dalam bentuk peta (biasanya sebagai slice frekuensi), peta yang dihasilkan menunjukkan kemampuan bervariasi secara lateral.

Ilustrasi dekomposisi sinyal menggunakan transformasi Fourier (Nissen, S.E., 2002)

specdec.JPG

Pembuatan peta waktu-frekuensi bukan merupakan proses yang unik, sehingga terdapat berbagai metode untuk analisis waktu-frekuensi dari sinyal-sinyal tidak stasioner. Chakraborty dan Okaya (1995) menjelaskan bahwa analisis sinyal tidak stasioner seperti sinyal seismik dengan menggunakan perangkat lunak yang berbasis pada Transformasi Fourier, seringkali tidak bisa memberikan informasi keadaan bawah permukaan yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan oleh adanya kelemahan dari perangkat lunak yang berbasis pada Transformasi Fourier tersebut. Transformasi Fourier tidak dapat mengamati saat terjadinya sinyal dengan frekuensi tertentu.
Cohen (1995) menjelaskan bahwa sebagai metode yang sering digunakan, Short Time Fourier Transform (STFT) menghasilkan spektrum waktu-frekuensi dengan menggunakan Transformasi Fourier pada window waktu yang dipilih. Pada STFT, resolusi waktu-frekuensi disesuaikan pada seluruh ruang waktu-frekuensi dengan panjang window yang dipilih sebelumnya. Oleh karena itu resolusi pada analisis data seismik menjadi tergantung pada pengguna panjang gelombang tertentu atau bersifat subjektif.

Lebih dari dua dekade terakhir, transformasi wavelet diaplikasikan pada berbagai ilmu pengetahuan dan teknik. Transformasi wavelet memberikan sebuah pendekatan yang berbeda pada analisis waktu-frekuensi. Spektrum waktu-frekuensi yang dihasilkan, direpresentasikan dalam bentuk peta waktu-skala yang disebut scalogram (Rioul dan Vetterli, 1991). Beberapa peneliti (Hlawatsch dan Boudreaux-Bartels, 1992; Abry et al., 1993) menggunakan skala berbanding terbalik terhadap frekuensi tengah dari wavelet dan merepresentasikan scalogram sebagai peta waktu-frekuensi.

Castagna et. al. (2003) mengenalkan analisis spektral sesaat (ISA) berbasis transformasi wavelet (Matching Pursuit Decomposition) dengan metode dekomposisi spektral lainnya termasuk Fast Fourier Transform (FFT), Discrete Fourier Transform (DFT), dan Maximum Entropi Method (MEM). Mereka membuktikan bahwa ISA dapat mencapai lokalisasi waktu dan frekuensi yang memuaskan dan juga dapat menghidari masalah windowing.

Sinyal refleksi menunjukkan adanya bidang batas antar dua medium. Pada medium yang tebal direpresentasikan oleh frekuensi sinyal seismik yang rendah, sementara medium yang tipis direpresentasikan oleh frekuensi sinyal tinggi. Pemilihan sinyal-sinyal refleksi pada frekuensi yang tepat dan penggabungan kembali sinyal terpilih akan menghasilkan sinyal seismik yang bebas noise (baik noise karena akuisisi maupun pengolahan data yang tidak tepat) dan tetap mengandung informasi refleksi. Mekanisme dekomposisi sinyal pada frekuensi-frekuensi refleksi dan penggabungan kembali (superposisi) sinyal terdekomposisi disebut sebagai analisis multi-resolusi. Untuk mendapatkan hasil dekomposisi yang bagus dan tidak menggeser fase, dibutuhkan piranti yang tepat. Transformasi wavelet kontinyu (CWT) dapat dipakai sebagai filter untuk mendekomposisi sinyal-sinyal pada frekuensi yang dikehendaki tanpa menggeser fase dan memiliki resolusi yang bagus (Nurcahya dan Brotopuspito, 2004).

Padmono, dkk (2004) membuat atribut seismik berbasis dekomposisi sinyal dalam domain waktu-frekuensi menggunakan transformasi wavelet kontinyu untuk mendeteksi keberadaan anomali hidrokarbon. Analisis multi-resolusi data seismik 3D menggunakan transformasi wavelet kontinyu dengan metode dekomposisi (penguraian) data seismik pada pita-pita frekuensi tertentu dan superposisi (penggabungan kembali) data seismik terdekomposisi dilakukan oleh Sudarmaji, dkk (2004). Data seismik terdekomposisi ini kemudian digunakan untuk menganalisis atribut sesaat seismik 3D untuk deteksi karakter litologi dan struktur.

Supeno dan Jaya (2004) melakukan reduksi noise koheren yang terdapat pada data seismik dengan menggunakan transformasi wavelet dalam representasi multiresolusi guna mendapatkan event reflektor yang lebih jelas. Data seismik yang digunakan diperoleh dari pengukuran lapangan pada survei laut untuk mendeteksi keberadaan gas hidrat di Java Trench.
Sinha (2002) memperkenalkan pendekatan baru untuk mengkonversi sebuah scalogram ke Time Frequency from Continu Wavelet Transform (TFCWT). Kemudian Sinha et al. (2005) membandingkan spektrum TFCWT untuk sinyal pendek yang terdiri dari dua frekuensi sweep hiperbolik dengan spektrum CWT biasa dan STFT. Kemudian menghitung spektrum TFCWT untuk dua rangkaian data riil, lapangan Nigeria dan lapangan Stratton, Texas Selatan. Hasil yang diberikan dari TFCWT menunjukkan horizon yang dapat digunakan untuk memperkuat ciri-ciri stratigrafi.

3 responses to “spectral decomposition

  1. Somehow i missed the point. Probably lost in translation 🙂 Anyway … nice blog to visit.

    cheers, Mephitic!!

  2. Nice blog.
    Keep fight!

Leave a comment